LIPUTAN (BOX)

 

Mujahidin Kebakaran

 

"Pembangunan mushalla Mujahidin tahap pertama itu cuma sampai temboknya saja. Tapi kita sudah pakai buat sholat jamaah. Buat atap sementara, dipakai bilik kajang {bilik bambu-red). Lampunya pakai petromax. Pernah dulu sekali, atapnya kebakar lampu petromax…"

Kutipan itu merupakan potongan cerita Pak Syukri Yatim tentang masa-masa awal berdirinya Masjid Mujahidin. Terbakarnya atap mushalla menjadi satu kenangan menarik yang melengkapi suka duka jamaah Mujahidin. "Kalo nggak salah, waktu itu kita lagi sholat Taraweh. Pas sholat, tiba-tiba koq kayak ada yang terbakar. Eh nggak taunya atapnya disambar api dari petromax. Akhirnya sholat jadi batal. Jamaah rame-rame matikan api. Untung, apinya bisa langsung dimatiin. Abis itu, sholat dilanjutin lagi," tutur Pak Syukri melanjutkan ceritanya.

Selain atap yang terbakar, penetuan arah kiblat mempunyai cerita tersendiri. Seperti diceritakan oleh Pak Syukri Yatim, cara menentukan arah kiblat sempat menimbulkan perdebatan. "Waktu menetukan kiblat, Pak Tarman(almarhum) meletakkan kompas di atas meja. Terus datang Pak Malidin (almarhum). Pak Malidin bilang, kompasnya harus ditaruh di tanah,nggak bisa di meja. Pak Tarman nggak terima. Kata Pak Tarman,di meja nggak jadi masalah, asal tempatnya datar," kenang Pak Syukri. Akhirnya akompas diletakkan di atas tanah seperti usul Pak Malidin. Pak Syukri menambahkan, ketika pembangunan masjid baru, arah kiblat sempat diukur kembali dengan kompas yang lebih canggih—dan hasilnya lebih akurat. Ternyata kompas tersebut menunjukkan arah yang sama tepat dengan arah sebelumnya.

Dua cerita itu merupakan suka duka pada saat tahap pertama pembangunan masjid Muajahidin. Banyak lagi sebenarnya cerita-cerita tentang suka duka jamaah Mujahidin di masa-masa awal pembangunan masjid ini. Padahal, saat itu pembangunan Mujahidin baru berjalan sekitar 1 atau 2 tahun.

"Waktu masang kubah, eh, kubahnya jatuh. Untung aja nggak yang celaka," kenang Pak Syukri menceritakan pembangunan masjid tahap II. Pada tahap tersebut, mushalla Mujahidin yang beratapkan bilik bambu mulai dipasangi kubah. Pada tahap ini fungsi mushalla meningkat menjadi masjid. Ketika kubah dipasang, terjadi kecelakaan kecil karena kubah yang dipasang terlepas dari penyagganya. Namun, kejadian itu tidak mencelakakan orang-orang yang berada di sekitar tempat tersebut. Kubahnya sendiri juga tidak mengalami kerusakan. Setelah kejadian tersebut, kubah masjid terpasang dengan sukses dan bertahan sampai pembangunan tahap III mulai dikerjakan pada tahun 1996.

Selama renggang waktu yang cukup lama dari selesainya pembangunan tahap II hingga dimulainya pembangunan tahap III, banyak cerita-cerita menarik yang terjadi di Masjid Mujahidin. Bahkan banyak cerita-cerita seram yang dialami oleh jamaah Mujahidin.

Satu lagi yang perlu dicatat, sebagian areal tanah Masjid Mujahidin pernah ditempati oleh sarana peribadatan umat lain. Seperti yang diceritakan Pak Badri, beberapa meter tanah di bagian belakang masjid, diklaim oleh Pak Tantrawan sebagai hak miliknya. Di tanah tersebut Pak Tantrawan membangun sanggah (semacam pura kecil untuk keluarga) untuk tempat sembahyang (Pak tantrawan beragama Hindu-red). Menurut Pak Badri proses pembebasan tanah tersebut cukup sulit, karena Pak Tantrawan tetap mengklaim tanah tersebut sampai pembangunan masjid hampir selesai. Sedangkan sanggahnya sendiri sudah dibongkar ketika pembangunan tahap III dimulai.

Perjalanan selama 28 tahun pastilah banyak suka-dukanya. Begitu juga pembangunan Masjid Mujahidin yang saat ini sudah memakan waktu hingga bilangan tersebut. Padahal, pembangunan masjid sendiri belum selesai sepenuhnya. Bagaimana suka-duka Mujahidin sampai 10 atau 20 tahun mendatang? Mungkin, di masa mendatang, Mujahidin yang sekarang ini tidak sanggup lagi menampung jamaah. Mungkin, Mujahidin akan diperluas lagi dan menjadi lebih megah. Kita belum tahu. Tapi Insya Allah, Mujahidin akan tetap berdiri hingga akhir zaman.

ß Halaman Sebelumnya

Kembali ke Halaman Depan