Wawancara
Ketua Umum Masjid Mujahidin
H. Badri Maulana, BA:
"Mujahidin Belum Selesai"
Masjid bukan hanya sarana shalat. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, masjid memiliki multi fungsi sebagai sarana ibadah dan sarana pendidikan umat. Masjid Mujahidin juga dituntut untuk memenuhi fungsi ini. Seiring dengan perkembangan juumlah umat, Masjid Mujahidin terus dikembangkan agaar selalu mampu memenuhi tuntutan ini.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bangunan masjid yang megah ini, Afgiansyah dan Khaerul Syah dari Remma mengunjungi H. Badri Maulana B.A. selaku ketua I pembangunan Masjid Mujahidin di kediamannya di jalan Palapa II no.5. Berikut petikannya:
Bagaimana asal mula didirikannya Masjid Mujahidin yang sekarang ini?
Sebelum berdiri masjid yang sekarang ini, ukuran Masjid Mujahidin tergolong kecil jika dibandingkan dengan masjid-masjid di lingkungan komplek Depag lainnya seperti di Cengkareng, Ciputat, dan Cipete, masjid yang dulu itu tidak sebanding. Bahkan bisa dibilang kurang layak karena daya tampung jamaahnya yang terbatas sehingga untuk dipakai sholat berjamaah maupun acara-acara keagamaan seperti perayaan hari-hari besar islam seringkali tidak mencukupi. Oleh sebab itu warga komplek Depag dan sekitarnya menginginkan untuk mempunyai sebuah masjid yang layak dan dapat dibanggakan. Maka pada pertengahan tahun 1996, berdasarkan kesepakatan warga komplek--khususnya jamaah masjid--masjid yang dulu dirombak total untuk kemudian dibangun Masjid Mujahidin yang baru, yang sekarang berdiri ini.
Siapa yang mempelopori pembangunan masjid ini?
Untuk pelopornya mungkin bisa disebut Bapak Haji Malidin (almarhum) karena beliau menginginkan sekali ada suatu tempat yang dapat dijadikan tempat ibadah seperti mushalla atau masjid untuk sholat berjamaah. Untuk itu beliau rela meminjamkan rumahnya sebagai mushalla sementara untuk kegiatan sholat berjamaah bagi warga komplek Depag. Hal itu terjadi sekitar tahun 70-an.
Siapa saja panitia pembangunan Masjid Mujahidin?
Untuk ketua umum dipegang oleh Pak Ichtianto. Ketua I saya sendiri, Ketua II Pak Subandi, dan Ketua III dipegang oleh Pak Sutarman. Kemudian, pada saat pembangunan, Pak Tarman meninggal. Beliau digantikan oleh Pak Abduh Malik. Kepanitiaan ini selesai waktu Masjid Mujahidin diresmikan tanggal 23 Oktober 1999.
Darimana sumber dana untuk pembangunan masjid pada tahap-tahap awal?
Sumber dana kita dapat dari hasil swadaya masyarakat komplek dan sekitarnya secara sukarela. Selain itu, untuk setiap orang pengurus masjid diwajibkan untuk menyumbang 500 ribu rupiah—bayarnya boleh nyicil, ada juga dari Bazis DKI sebesar 5 juta rupiah. Selain uang, ada yang menyumbang barang-barang bangunan.
Bagaimana proses pembebasan tanah untuk pembangunan ini?
Area tanah di wilayah komplek Depag dimiliki oleh Departemen Agama, penduduk asli, dan warga. Jadi, untuk pembebasannya bermacam-macam. Ada yang diwakafkan, dibebaskan, maupun dengan membeli sampai luas area yang dibutuhkan mencukupi.
Berapa luas tanah secara keseluruhan?
Kurang lebih 1050 meter persegi. Itu sudah termasuk tanah kosong di belakang masjid yang dibatasi pagar.
Siapa perancang bangunan masjid ini?
Yang merancang desainnya Pak Jayusman.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga masjid diresmikan?
Sekitar 3 tahun 3 bulan.
Total biayanya?
Kurang lebih sekitar 450 juta rupiah.
Apakah pembangunan masjid sudah selesai?
Belum, dari rencana semula sebenarnya akan dibangun juga menara masjid dan bangunan 2 lantai. Rencananya lantai 1 akan digunakan untuk sekretariat pengurus masjid, sekretariat REMMA, ruang Majelis Taklim, dan gudang BSKM untuk menyimpan keranda, tempat mandi mayat, kursi-kursi, tenda, dan barang-barang inventaris lainnya. Sedangkan untuk lantai 2 itu khusus untuk perpustakaan.
Kapan rencana pembangunan masjid selesai secara total?
Insya Allah akhir tahun 2001 sudah selesai. Doakan saja semoga pembangunan masjid dapat berjalan dengan baik tanpa banyak gangguan.
Khaerul, Afgi